Pak Udin terkenal sebagai orang yang pelit di kampungnya. Ia bahkan lebih percaya pada kucingnya, si Tompel, daripada membeli gembok untuk mengamankan rumahnya.
“Kucing ini bukan sembarang kucing. Dia bisa membedakan mana maling, mana bukan,” kata Pak Udin dengan bangga.
Suatu malam, seorang maling bernama Joni mencoba masuk ke rumah Pak Udin. Ia tahu Pak Udin pelit, tapi juga tahu kalau di rumah itu pasti ada sesuatu yang berharga. Dengan langkah pelan, Joni masuk lewat jendela.
Namun, begitu kakinya menyentuh lantai, tiba-tiba ada suara mendesis.
“Hisssss….”
Joni terkejut. Ia menoleh dan melihat si Tompel menatapnya dengan mata menyala dalam gelap.
“Ah, cuma kucing!” Joni menghela napas lega. Tapi tiba-tiba…
“MEEEOOOOWWWW!!”
Si Tompel melompat ke wajah Joni dan mulai mencakar habis-habisan. Joni panik, berusaha melepas Tompel dari wajahnya, tapi kucing itu menggigit hidungnya dengan kekuatan penuh.
“AAARGH! Ampuuun, Tompel!” jerit Joni sambil berlari keluar rumah.
Suara ribut itu membangunkan Pak Udin. Begitu melihat Joni kabur dengan muka penuh cakaran, ia tertawa terpingkal-pingkal.
“Haha! Sudah kubilang, Tompel itu alarm otomatis! Nggak perlu gembok, maling pun kapok!”
Sejak kejadian itu, tak ada lagi maling yang berani mendekati rumah Pak Udin. Tompel pun mendapat hadiah spesial: semangkuk ikan pindang. Sementara Joni? Ia trauma seumur hidup dengan kucing belang hitam putih.