Malam itu, Joni pulang kerja lebih larut dari biasanya. Ia melewati jalan pintas yang terkenal angker, sebuah jalan sempit di samping kuburan tua.
Angin berhembus dingin. Lampu jalan remang-remang, dan hanya suara jangkrik menemani langkahnya. Tapi mendadak—
“Hahaha…”
Joni berhenti. Ada suara tawa samar dari dalam kuburan.
Ia menoleh, matanya menangkap bayangan hitam berdiri di antara nisan. Tubuhnya tinggi, kurus, dan matanya bersinar merah.
“Hai, manusia…” suara itu berat, serak, seperti berasal dari dunia lain.
Joni menelan ludah. “Si… siapa?”
Sosok itu melangkah maju, jubahnya berkibar tertiup angin. “Aku penjaga kuburan ini. Aku mencari seseorang untuk menemani roh-roh kesepian di sini.”
Joni mundur perlahan. “Sa-sa-saya masih hidup, Bang…”
Penjaga kuburan itu mendekat. “Memangnya siapa bilang kau akan mati? Aku hanya perlu teman ngobrol!”
Joni melongo. “Hah?”
“Tiap malam aku di sini sendirian! Mana ada setan yang mau nemenin? Mereka sibuk gentayangan ke rumah-rumah, ke tempat angker lain, main di pohon-pohon… Aku kesepian, Bos!”
Joni menatap makhluk itu, bingung antara takut atau kasihan.
“Setiap orang yang lewat sini pasti lari. Aku cuma mau cerita, berbagi kisah. Kau tahu nggak, jadi penjaga kuburan itu capek? Harus merhatiin batu nisan, dengerin curhatan arwah penasaran, dan nggak pernah libur!”
Joni akhirnya tertawa. “Yah, kalau cuma ngobrol sih boleh lah!”
Mereka pun duduk di tepi jalan, bercerita soal kehidupan masing-masing. Ternyata, hantu juga bisa capek kerja.
Semenjak malam itu, Joni tak lagi takut lewat kuburan. Malah, kadang-kadang, ia sengaja mampir buat ngobrol.
Siapa sangka, hantu juga butuh teman curhat?
Tamat.