MEDAN, kedannews.com – Menyikapi banyaknya sektor pariwisata yang hingga kini hampir belum tersentuh semuanya dengan baik oleh dinas Pariwisata dan Budaya baik di Tk I dan II, segera harus dijadikan perhatian khusus dalam hal peningkata Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) khususnya prekonomian masyarakat di Sumut.
Sebab kalau hal ini tidak dijadikan salah satu prioritas, maka provinsi ini akan tertinggal jauh dengan daerah-daerah lain yang sudah melakukannya terlebih dahulu di Indonesia.
Makanya hal ini harus dilakukan khususnya provinsi Sumatera Utara demi peningkatan prekonomian dan SDM masyarakatnya, sehingga tercipta sebuah kesadaran untuk pentingnya menjaga aset yang ada didalam daerah itu sendiri
Dan sama kita ketahui, bahwa di Sumut sendiri juga banyak potensi wisata yang hingga kini belum semua tersentuh oleh tangan pemerintah provinsi dan kabupaten kota. Salah satu diantaranya adalah, wisata relejius (agama) dimana sangat banyak tempat-tempat wisata relejius seperti, makam para pendakwah Islam dimasanya yang terlupakan, juga pondok-pondok pesantren serta istana-istana raja atau sultan yang dulunya ikut membangun kejayaan Islam di tanah ditanah Sumatera.
Seperti di Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah pada abad ke 7 Masehi, agama Islam telah ada di Barus, kota tua yang terletak di pesisir Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara tersebut.
Barus menjadi pintu masuknya Islam di Indonesia, jauh lebih tua dari sejarah Wali Songo, penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14.
Hal ini dibuktikan dari keberadaan makam tua di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, pada abad ke-7. Di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi atau 48 Hijriyah. Berarti menguatkan adanya komunitas Muslim pada masa itu.
Barus merupakan tempat bersejarah dan saat ini menjadi salah satu tujuan wisata religi di Sumatera Utara. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum mengenal Barus karena minimnya informasi mengenai kota tua tersebut.
Padahal, Barus banyak menyimpan benda-benda kuno bersejarah seperti perhiasan, mata uang dari emas dan perak, prasasti dan fragmen arca. Selain itu, terdapat makam para auliya dan ulama wali Allah penebar Islam di Indonesia abad ke 7 silam.
Di antaranya Makam Papan Tinggi, Makam Mahligai, Makam Syekh Mahdun, Makam Syekh Ibrahim Syah, Makam Tuan Ambar, Makam Tuan Syekh Badan Batu yang lebih dikenal dengan Aulia 44 Negeri Barus terletak di atas bukit Desa Bukit Hasang, sekitar 2 kilometer dari Kota Barus. Begitu juga di daerah lainnya di Sumut yaitu, Kab Langkat, Kota Medan, Kab Deliserdang dan Kab Madina.
Dan makam wali Allah yang paling terkenal dan sangat dihormati oleh masyarakat Barus khususnya dan Sumut pada umumnya adalah, makam Syekh Mahmud sepanjang 7 meter. Sebab Syekh Mahmud merupakan tokoh ulama penyebar Islam pertama di Sumatera Utara bahkan di Indonesia.
Makamnya yang dikenal warga dengan sebutan Makam Papan Tinggi merupakan makam tertua yang berada di atas bukit dengan ketinggian 200 meter lebih diatas permukaan laut. Bahkan medan menuju lokasi makam cukup terjal, karena kemiringan bukit mencapai 45 derajat.
Banyak peziarah kaget dan tidak menyangka kalau panjang makam Syekh Mahmud mencapai 7 meter dengan batu nisan berwarna putih setinggi 1,5 meter berukir Arab kuno.
Bukti arkeologis ini menunjukkan kalau Syekh Mahmud merupakan penyebar Islam dari Hadramaut, Yaman, yang datang ke Barus sejak abad ke-7.
Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri saat meresmikan tugu titik nol mengakui, bahwa Barus merupakan kota Islam pertama dan tertua di Indonesia.
Begitu juga di Medan dan sekitarnya walaupun tak banyak, tapi ada enam makam para penyebar agama Tauhid ini yang pernah dijumpai diantaranya, di Klumpang, Kota Rantang, Hamparan Perak, Kab Deliserdang serta Mabar, Sukamulia di Kota Medan, Pulau Kampai Kab Langkat.
Dan makam di Sukamulia adalah, makam Raja Alamsyah, ayahanda Sultan Iskandar Muda yang gugur dalam serangan pasukan Aceh ke Aru abad ke-16 M. Dan sekarang makam itu dikeramatkan dengan nama Datuk Merah.
Untuk itulah Ketua Majelis Ilmu Fardhu ‘Ain (MIFA), Tuan Guru Deli (TGD) Prabu Kresno RD angkat bicara untuk masalah ini. Ia menilai sangat disayangkan kalau potensi wisata relejius di Sumut tak dikembangkan. Sebab selain bisa mendatangkan devisa juga meningkatkan pola pikir masyarakat yang di daerahnya ada pemakaman para penyebar agama Islam itu lebih terbuka pada pendatang.
Seperti di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), sangat banyak destinasi wisata khususnya releji. Apalagi sama kita ketahui, bahwa salah satu kapaten terluas dulunya sebelum dimekarkan, daerah ini terkenal dengan pondok pesantrennya dimana sudah barang tentu dihuni para wali Allah yang tak pernah lelah dalam menyebarkan ataupun mengajarkab agama Islam kepada masyarakat khususnya generasi muda.
“Terus terang saja semasa penelusuran saya bersama rombongan di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), kami menemukan beberapa makam para penyebar agama Islam atau yang disebut sebagai wali Allah dikecamatan Natal Kabupaten Madina,” kata TGD serius.
Tapi sangat disayangkan tambah TGD, bahwa makam-makam itu terkesan tak terurus sama sekali. Apalagi letak kuburan wali Allah itu banyak berada di tengah hutan bahkan di tepi pantai.
Padahal kalau dilihat dari literatur nisan dan bentuk kuburan yang ditemui selama perjalanan tiga hari di kabupaten Madina tersebut, memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi.
Adapun kuburan wali Allah yang dikunjungi yaitu, Syekh Abdul Fatah. kuburan Syekh Abdul Malik dan Syekh Malim Kayu Keduanya ini merupakan murid langsung dari Syekh Abdul Fatah.
“Menurut informasi yang kami dapat dari masyarakat kampung sekitar kuburan, bahwa Syekh Abdul Fatah ini merupakan orang pertama yang menyebarkan Islam di Kabupaten Madina. Wali Allah ini berasal dari Pagaruyung Sumatera Barat,” ucap TGD serius.
Selain itu TGD menambahkan, Syekh Abdul Malik ini merupakan menantu Syekh Abdul Fatah yang diperkirakan berdarah Arab yang menetap di Pagaruyung.
Diceritakan juga tentang riwayat Syekh Abdul Malik yang asli putra Mandailing pernah berada di kota suci Makkah saat kota suci umat Islam itu terbakar. Padahal sewaktu terjadinya kebakaran tersebut, Syekh Abdul Malik sedang pangkas rambut dirumahnya.
Dan terkuaknya ia berada di kota suci Makkah saat itu, terlihat dari kotor dan terbakarnya sedikit baju yang dikenakan oleh Syekh Abdul Malik.
Sedangkan wali Allah yang bernama Malim Kayu merupakan pendatang dari daratan Tiongkok. Kehadiran Syekh Malim Kayu ini di tanah Sumatera ketika itu, diperkirakan datang bersama rombongan kolonel Chengho yang merupakan uturan dari salah satu kerajaan terbesar Tiongkok saat itu.
“Diceritakan disaat rambut dipangkat, ternyata secara goib ia berada di Makkah untuk membantu memadamkan api ditempat beribadah umat Islam. Ketahuannya saat dilihat baju yang dipakai sedikit terbakar dan tubuhnya bau dengan asap. Ini sangat luar biasa,” kata TGD yang juga pemimpin MIFA ini serius.
Untuk itulah TGD kembali mengatakan, sudah seharusnya menghidupkan wisata reliji lewat penataan yang rapi, sehingga para wisatawan rejelius baik lokal dan manca negara dapat berziarah guna memanjatkan doa atau menghadiahkan Alfatiha diareal pemakaman itu dengan mudah.
“Saya sudah ke Pulau Jawa dan beberapa tempat di Indonesia. Tempat-tempat makam para wali Allah dikelola dengan rapi dan dijaga. Sehingga memudahkan para pengunjung,” pungkas TGD Prabu Kresno RD.
Sementara Samsul salah seorang yang ikut mengunjungi makam para wali Allah di Kecamatan Natal Madina itu mengatakan, sangat sedih melihat kondisi makam yang tak terawat tersebut.
“Jadi harapan saya selaku warga Sumut meminta kepada Gubsu dan Wagubsu untuk menindak lanjuti dengan penunjukan langsung kepada Dinas Pariwisata dan Budaya baik Tk I dan II agar memfasilitasi pembangunan seluruh makam para wali Allah di daerah ini, sehingga dapat menjadi tempat wisata reliji,” katanya yang diamini TGD mengakhiri. (luca)