Kota Pinang, kedannews.com – Pengadilan Negeri Rantau Prapat menggelar sidang lapangan lanjutan dengan agenda konstatering di Desa Bunut, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, pada Jumat (7/3/2025). Sidang ini merupakan bagian dari proses eksekusi perkara perdata terkait sengketa tanah antara pemohon Caroline dan termohon Syaripuddin.
Sidang ini berlangsung dalam suasana tegang. Syaripuddin menyampaikan keberatan terhadap proses penunjukan batas tanah, menyoroti bahwa pihak yang melakukan penunjukan bukan Caroline sendiri, melainkan anggota timnya yang membawa patok. Ia mempertanyakan apakah lahan yang diukur benar-benar sesuai dengan objek dalam putusan pengadilan.
“Kami ingin pemohon eksekusi yang menunjukkan langsung lahannya, bukan timnya,” tegas Dr. M. Sa’i Rangkuti, SH., MH., kuasa hukum termohon.
Keberatan juga datang dari warga sekitar yang mengklaim kepemilikan tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM). Seorang ibu bernama Nengsih langsung menolak pengukuran lahan yang disebut sebagai miliknya.
“Ini kok mau diukur? Tanah ini punya saya! Ini sertifikatnya, Pak,” ucap Nengsih sambil menunjukkan dokumen kepemilikan.
Panitera Muda Perdata Sapriono, SH., yang memimpin sidang lapangan ini menanggapi dengan menjelaskan bahwa konstatering hanya untuk mencocokkan objek gugatan, bukan menentukan kepemilikan tanah.
“Suratnya nanti Bapak dan Ibu ajukan ke pengadilan. Bisa dalam bentuk gugatan atau lainnya, agar bisa kami tindak lanjuti. Konstatering ini hanya mencocokkan objek yang digugat, bukan menentukan kepemilikan, dan kami akan mencatat perihal fakta dilapangan” jelas Sapriono.
Konstatering di Beberapa Titik dan Keberatan yang Bermunculan
Konstatering di Desa Bunut dilakukan di beberapa titik koordinat, yaitu P.7, P.8, P.10, P.13, dan P.14. Dalam pelaksanaannya, hadir Panitera Muda Perdata Sapriono, SH., dua saksi atau juru sita, perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN), pihak Desa Bunut, serta aparat kepolisian untuk pengamanan.
Di titik P.14, terjadi perdebatan mengenai kuasa pemohon eksekusi. Dr. M. Sa’i Rangkuti, SH., MH., menanyakan apakah pemohon eksekusi langsung atau diwakili kuasa hukum.
“Kuasa kami sudah diperlihatkan, apakah kami bisa melihat kuasa dari pemohon eksekusi?” tanya Dr. M. Sa’i Rangkuti.
“Sampai saat ini, pemohon eksekusi bertindak langsung, tidak diwakili pihak lain,” jawab Sapriono.
Dr. M. Sa’i kemudian menegaskan agar pemohon eksekusi sendiri yang menunjukkan batas lahan.
“Kalau begitu, kami ingin yang menunjukkan batas-batas lahan adalah langsung pemohon eksekusi, bukan timnya,” tegas Dr. Sa’i.
Ketegangan semakin memuncak saat seorang ibu, Nengsih, kembali mengajukan keberatan atas pengukuran.
“Kenapa semua mau dipatok? Ini punya saya! Ini suratnya!” teriaknya dengan nada tinggi, sembari menunjukkan fotokopi SHM miliknya kepada pihak pengadilan.
Pihak BPN pun mencatat keberatan ini dan akan melakukan penelusuran lebih lanjut.
Pada saat dimulainya pengukuran di titik P14, terjadi ricuh.
Saat penunjukan batas-batas tanah dimulai, pihak Syaripuddin langsung mengajukan keberatan. Kuasa hukum termohon, Dr. M. Sa’i Rangkuti, SH., MH., mempertanyakan kapasitas orang yang menunjukkan batas objek sengketa.
“Punya kapasitas apa Bapak ini? Tadi sudah disepakati bahwa yang menunjukkan batas adalah Caroline, tapi kenapa sekarang timnya (Aholik/red) yang menunjukkan batas-batas objek?” protes Dr. Sa’i dengan nada keras.
Menanggapi hal tersebut, pihak Caroline menunjukkan surat kuasa untuk pendampingan dalam konstatering. Namun, surat kuasa tersebut belum dilegalisasi. Panitera Muda Perdata, Sapriono, SH., kemudian membacakan isi surat kuasa tersebut untuk memastikan keabsahannya dalam persidangan.
Ketika proses penunjukan batas berlanjut, pihak termohon kembali meminta ketegasan mengenai batas dan arah wilayah objek sengketa.
“Di sana arah apa, Bang? Kalau salah objek, nanti bisa berpengaruh,” ujar Dr. Sa’i.
Warga Ajukan Sertifikat Hak Milik, Pengadilan Catat Keberatan
Saat konstatering tiba di titik P.14, sebelum berlanjut ke titik berikutnya, Sapriono memberikan penjelasan mengenai proses yang telah dilakukan.
“Untuk titik P.14, proses konstatering kita sudahi. Namun, tadi ada pihak lain di luar perkara yang menyatakan bahwa tanah ini miliknya dengan menunjukkan sertifikat. Kami telah menerima fotokopi sertifikat tersebut dan akan berkoordinasi dengan BPN. Nantinya, hasil konstatering akan dicocokkan dengan sertifikat yang ada. Jika ada perbedaan objek, kami akan menindaklanjutinya,” jelas Sapriono.
Ia juga memberikan arahan kepada warga yang merasa dirugikan agar menempuh jalur hukum.
“Seandainya Bapak atau Ibu merasa tanah ini milik Anda berdasarkan sertifikat yang dimiliki, silakan berkonsultasi dengan pengacara untuk memperjuangkan hak-hak Anda. Jika masih kurang jelas, silakan datang ke kantor pengadilan, kami akan mengarahkan ke Pos Bantuan Hukum (Posbakum) untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut,” tambahnya.
Salah satu warga, Nengsih, kemudian mengajukan keberatan dan menegaskan bahwa dirinya yang menguasai objek tersebut serta menempati rumah di lahan yang dipermasalahkan.
“Saya yang menguasai lahan ini dan menempati rumah itu,” tegas Nengsih.
Selanjutnya beranjak ke titik kordinat berikutnya, Termohon Sebut Objek yang Diukur Tidak Sesuai dengan Putusan Pengadilan
Selain keberatan dari warga, termohon Syaripuddin juga menyatakan bahwa objek yang ditunjuk dalam pengukuran berbeda dengan yang tercantum dalam tuntutan hukum.
“Objek gugatan seharusnya berada di Beringin Makmur, bukan di sini,” protes Syaripuddin.
Seluruh keberatan ini dicatat oleh pihak pengadilan untuk selanjutnya dikaji bersama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebelum eksekusi lebih lanjut.
Sertifikat Warga Dipertanyakan, Lokasi Objek Gugatan Diduga Tidak Sesuai
Syaripuddin kembali menegaskan bahwa lokasi yang diukur tidak sesuai dengan objek yang digugat dalam putusan pengadilan.
“Objek gugatan itu tidak benar! Lokasinya seharusnya di Beringin Makmur, bukan di sini,” tegasnya.
Pernyataan ini juga didukung oleh Andi Hidayat Pulungan, yang menyebut bahwa tanah yang diukur merupakan milik orang tuanya.
“Iya Pak, lahan orang tua saya ini,” ucap Andi.
Abdi, warga lainnya, juga menyampaikan keberatan.
“Di titik P.8 dan P.13 ada tanah orang tua saya, Pak,” katanya.
Pihak pengadilan pun mencatat seluruh keberatan yang disampaikan warga untuk ditindaklanjuti.
BPN Butuh 10 Hari untuk Verifikasi Data Pengukuran
Setelah berjam-jam proses pengukuran dan pencocokan objek perkara, pihak pengadilan akhirnya menyampaikan hasil sementara konstatering.
“Rangkaian konstatering hari ini mencakup lima titik. Semua keberatan telah dicatat dan akan kami koordinasikan dengan BPN,” ujar Sapriono.
Pihak BPN menyatakan bahwa mereka membutuhkan waktu sekitar 10 hari untuk memproses dan mencocokkan hasil pengukuran dengan peta yang ada.
“Kami masih harus mengolah data dan mencocokkannya dengan peta. Sesuai SOP, hasilnya akan keluar paling lama 10 hari setelah pengukuran,” ujar perwakilan BPN.
Menanggapi hal tersebut, pihak termohon, Syaripuddin, menyatakan bahwa mereka akan menunggu hasil dari pengadilan.
“Kami serahkan semuanya kepada pengadilan dan menunggu informasi resmi dari mereka,” ucapnya.
Kuasa Hukum Termohon Minta Pengadilan Lebih Cermat
Dalam wawancara usai konstatering, Dr. M. Sa’i Rangkuti, SH., MH., meminta agar Pengadilan Negeri Rantau Prapat lebih berhati-hati dalam menangani perkara ini.
“Kami memahami proses hukum, tetapi pengadilan harus jeli dan hati-hati dalam eksekusi agar tidak merugikan pemilik tanah yang sah. Tadi sudah jelas terlihat ada warga yang memiliki sertifikat atas tanah yang diukur,” ujarnya.
Sementara itu, seorang warga, Andi Hidayat Pulungan, mengungkapkan kekesalannya.
“Ini tanah orang tua saya, sertifikatnya jelas! Tapi tiba-tiba orang datang dan langsung mengukur tanpa pemberitahuan,” keluhnya.
Nengsih pun berharap agar kasus ini mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat.
“Kami mohon kepada Presiden Prabowo, Kapolri, dan Mahkamah Agung untuk membantu kami. Kami punya SHM, kami ingin keadilan!” pintanya.