MEDAN, kedannews.com – Skandal pernikahan menyimpang di Kampung Kasih Sayang yang menyeret sosok Hanafi alias Tuan Imam kembali mencuat dan mengundang reaksi keras dari berbagai pihak. Praktik nikah tak lazim yang dilakukannya dianggap bertentangan dengan hukum agama dan negara, hingga membuat tokoh-tokoh penting angkat bicara.
Ketua Pengurus Wilayah Al Jam’iyatul Washliyah Sumatera Utara, H. Dedi Iskandar Batubara, mendesak Bupati Langkat dan Kapolres setempat untuk segera turun tangan.
“Sebagai atensi, saya mengingatkan Pak Bupati dan Kapolres Langkat untuk segera menindaklanjuti fatwa MUI ini demi kebaikan dan kemaslahatan masyarakat serta umat Islam,” tegas Dedi saat ditemui wartawan di Medan, Jumat (16/05/2025).
Menurut Dedi, tindakan Imam Hanafi yang memiliki belasan istri sekaligus merupakan pelanggaran serius terhadap tiga aspek hukum: hukum agama, hukum negara, dan norma sosial.
“Jangan hal-hal seperti ini dibiarkan, sehingga seperti api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa meledak,” ujarnya mengingatkan.
Ia menambahkan bahwa masyarakat Melayu di kawasan Pantai Timur dikenal sangat taat beragama, sehingga praktik menyimpang seperti ini bisa menimbulkan keresahan mendalam.
Sebelumnya, Dedi mengaku sudah mendapat laporan tentang penyimpangan yang terjadi di Kampung Kasih Sayang milik Majelis Fardhu Ain Indonesia di Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat.
Dedi mengungkapkan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut telah mengeluarkan fatwa pada Agustus 2022 yang menyatakan bahwa ajaran dan praktik keagamaan Tuan Hanafi dinilai menyimpang. Hal ini disebabkan karena ia menikahi lebih dari empat wanita dalam waktu bersamaan, yang secara syar’i tidak dibenarkan.
“Agama hanya membolehkan maksimal empat istri. Kalau lebih dari itu, jelas tidak sah menurut syariat,” tegas Dedi.
Fatwa tersebut bukan dikeluarkan secara sembarangan. Menurut Dedi, MUI telah melakukan proses penelitian dan investigasi mendalam sebelum mengeluarkannya.
“MUI diisi oleh para ulama dan cendekiawan berkapasitas. Jadi, kesimpulan mereka jelas berdasar,” tambah Dedi.
Ia mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum agar segera mengambil sikap tegas.
“Kalau sekarang tidak ada keributan, bukan berarti nanti tidak akan ada. Bila masyarakat merasa dibiarkan, bisa saja mereka ambil tindakan sendiri. Ini yang berbahaya,” ungkapnya.
Sehari sebelumnya, pada Kamis (16/05/2025), Ikatan Media Online (IMO) Indonesia Sumut juga menyampaikan keprihatinan atas kabar praktik pernikahan tidak sah oleh Imam Hanafi. Ketua PW IMO Sumut, HA Nuar Erde, menyampaikan hal ini dalam kunjungan silaturahmi ke MUI Sumut.
Dalam pertemuan itu, Ketua Bidang Fatwa MUI Sumut, H. Ahmad Sanusi Lukman, menjelaskan bahwa fatwa Nomor 01/KF/MUI-SU/VIII/2022 telah ditegaskan sejak 2022.
“Seluruh mazhab fikih Ahlussunnah wal Jamaah sepakat: haram menikahi lebih dari empat perempuan merdeka secara bersamaan,” jelas Ahmad Sanusi.
Ia menambahkan, praktik Hanafi tidak hanya melanggar ajaran agama, tapi juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta Kompilasi Hukum Islam.
“Pernikahan kelima dan seterusnya dinyatakan tidak sah. Konsekuensi hukumnya—termasuk nasab, hak waris—juga gugur,” tegasnya.
Ketua Umum MUI Sumut, Dr. Maratua Simanjuntak, menambahkan bahwa meski fatwa MUI tidak mengikat secara hukum, namun ia adalah sumber hukum yang dapat dijadikan rujukan secara yuridis.
“Tugas kami menjaga umat dan menyampaikan panduan. Penegakan hukum tetap tugas pemerintah,” kata Maratua.
Kini sorotan publik tertuju pada langkah yang akan diambil oleh Bupati Langkat dan Kapolres. Apakah mereka akan bersikap tegas menindaklanjuti temuan dan fatwa ini, atau membiarkannya menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.